Peduli Rakyat News | Jember,- Pemerintah Kabupaten Jember melalui Dinas Kominfo memberikan penjelasan untuk masyarakat umum bahwa isu yang berkembangan di kalangan masyarakat saat ini bila berobat di rumah sakit di Covid kan. Menanggapi hal itu, Plt Kadis Kominfo Kabupaten Jember, Gatot Triyono, menyarankan masyarakat untuk segera berobat ke klinik kesehatan, puskemas atau rumah sakit saat merasakan ada gangguan kesehatan pada dirinya. Agar keluhan kesehatan yang dirasakan bisa segera diketahui apa yang menjadi penyebabnya.
Hal itu dimaksudkan agar bisa segera diatasi keluhan kesehatan yang dialami tersebut. “Kami imbau, kalau mempunyai gejala ringan harus segera menuju ke fasiltas kesehatan terdekat agar benar-benar diketahui apa yang diderita,” pinta Gatot Triyono, saat press conference lewat zoom meeting dengan awak media, Rabu (02/12/2020).
Menurut Gatot, ajakan ini perlu disampaikan, karena belakangan ini beredar anggapan, orang yang berobat ke fasilitas kesehatan meski hanya menderita sakit tertentu, tapi oleh pihak rumah sakit langsung dicovidkan (dianggap tertular covid,red). Stigma buruk yang seperti ini, menurut Gatot, jauh dari benar dan tidak bisa diterima.
“Saya jelaskan disini memang ada sebagian masyarakat yang memprovokasi bahwa sedikit-sedikit kalau masuk rumah sakit, sakitnya batuk nanti di-covid-kan, mau melahirkan di-covid-kan. Ini yang menjadi stigma buruk di masyarakat luas,” ucap Gatot Triyono, yang juga Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Jember itu.
Lebih lanjut, Gatot menjelaskan bahwa sejak merebaknya Covid-19 di Indonesia pada akhir Maret 2020 lalu, ada perubahan perilaku masyarakat dalam hal perawatan kesehatan. Orang menjadi semakin enggan dan takut untuk berobat ke rumah sakit saat mengalami keluhan kesehatan
Padahal sebelumnya, ketika merasakan tidak enak badan sedikit saja, orang segera berobat ke klinik kesehatan, puskesmas atau rumah sakit. Tapi sekarang kecenderungan itu sudah berubah, orang menjadi takut datang ke fasilitas kesehatan meski kesehatannya terganggu.
Alasan pertama, mereka takut dan dibayangi oleh stigma di-covid-kan serta enggan menjalani isolasi selama 14 hari, baik mandiri maupun isolasi di rumah sakit. Karena selama masa isolasi, mereka tidak bisa beraktifitas lain apalagi bekerja. Keengganan menjalani isolasi ini, utamanya bagi yang tergolong kurang mampu. Karena bagi mereka bekerja hari ini habis hari ini.
Selanjutnya yang kedua, biaya perawatan pasien Covid-19 mahal. Masyarakat, terutama golongan miskin, apalagi tidak punya jaminan kesehatan, seperti BPJS misalnya, akan berpikir berkali-kali jika harus berobat puskesmas atau rumah sakit. Ketiga, menyandang status positif Covid-19 dianggap aib dan menyulitkan yang bersangkutan untuk bersosialisasi. (*)