Peduli Rakyat News | Probolinggo,- Dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang pada umumnya adalah perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam.
Meski menggerakkan perekonomian masyarakat merupakan keharusan, namun upaya itu harus tetap dilakukan dalam koridor hukum dan bukan justru berbenturan dengan hukum.
Pasalnya, menurut pantauan tim media, tiga tambak udang yang berdiri di sepanjang pantai utara dari desa Randu Putih kecamatan Dringu kabupaten Probolinggo hingga desa Pesisir kecamatan Gending kabupaten Probolinggo terindikasi belum mengantongi ijin lengkap.
Menanggapi adanya dugaan tambak udang ilegal, kepada media, Ketua Federasi Indonesia Bersatu (FIBER) Jatim Veronika mengatakan, “Udang masih menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia, jadi pendirian tambak udang itu baik asal pemiliknya mengajukan ijin terlebih dahulu. Kalau uda buka dan uda lama juga beroperasinya terbukti dengan adanya beberapa kali panen ya itu harusnya uda mengantongi ijin lengkap dong.”, tuturnya. (4/5/2020)
Perijinan itu menurut Veronika sebagai kontrol terhadap pengelola tambak agar tambak udang itu tidak melanggar tata ruang serta merusak lingkungan.
Dikatakan Veronika, Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan, usaha tambak udang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL, wajib memiliki ijin lingkungan.
Disamping itu, pelaku usaha tambak udang juga wajib memiliki ijin lokasi dari Bupati, ijin penanaman modal, ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin usaha (SIUP), Surat Pembudidayaan Ikan (SPI), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan laporan usaha ke Dinas Perikanan.
Adapun Pemerintah yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan, dana yang bersumber dari PAD juga sangatlah mendukung percepatan pembangunan di daerah.
Rendahnya kesadaran pengusaha tambak udang mengurus perijinan usahanya menurut Veronika itu sama saja dengan tidak mendukung program Pemerintah, karena otomatis tidak memberikan sumbangsih bagi peningkatan PAD.
Veronika menuturkan, "Kami berharap pihak-pihak terkait dapat melakukan koordinasi lebih lanjut guna menegakkan Perda dan pihak pengusaha tambak udang jangan sampai lupa terhadap regulasi yang baik dan benar guna mengobarkan semangat investasi dengan tertib hukum.", ungkapnya.
Upaya menegakkan Perda dengan melaksanakan penutupan tambak ilegal sudah diamanatkan melalui Perda nomor 7 tahun 2011 tentang perijinan. Terlebih keberadaan tambak udang dinilai dapat berdampak pada kerusakan lingkungan.
Lebih lanjut, Veronika menambahkan "Pemerintah daerah sudah mempermudah pengurusan ijin usaha, tapi nyatanya masih juga ada pemilik usaha tambak udang yang tidak melakukannya.", tukasnya.
Seperti halnya pengusaha budidaya udang yang saat ini diduga masih belum melakukan upaya perijinan tambaknya dan menghiraukan himbauan perijinan dari Pemerintah.
Tambak udang tersebut diantaranya terletak di desa Randu Putih kecamatan Dringu kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur, di desa Gending kecamatan Gending kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur dan di desa Pesisir kecamatan Gending kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur.
Selain maraknya usaha tambak udang diduga tak mengantongi ijin lengkap, ada pula pengusaha budidaya tambak udang yang memulai usahanya dengan perambahan hutan Mangrove.
Adapun pembukaan hutan Mangrove wajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, seperti memperhatikan kelestarian sempadan pantai Mangrove, tata cara konversi Mangrove yang baik dan benar untuk meminimalisir dampak, dan lain sebagainya.
Pembukaan hutan Mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh tumbuhan dan hewan yang berada di kawasan tersebut.
Perambahan terhadap hutan Mangrove yang dilakukan secara ilegal, merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Kehutanan, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3), Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Terpisah, Aktifis Ormas Bara JP Probolinggo Muhammad Hafid mengatakan, "Kami akan terus telusuri, jika nantinya kami dapati unsur tindak pidana alih fungsi hutan Mangrove menjadi tambak udang yang secara ilegal, maka kami akan melaporkannya ke Polda Jatim, karena alih fungsi yang secara ilegal merupakan pelanggaran pidana yaitu Undang-Undang Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Kami berharap adanya upaya maksimal dalam penindakannya.", ujar Hafid. (4/5/2020)
Persoalan alih fungsi hutan Mangrove menjadi permasalahan serius, bahkan telah diidentifikasi menjadi salah satu penyebab kemunduran produktivitas sumber daya perairan laut, hal ini menyebabkan mata pencaharian nelayan semakin sempit, akibat ikan-ikan yang biasanya bertelur di pinggiran tanaman Mangrove kini tidak ada lagi.
Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, di antaranya diatur larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi.
Adapun larangan pembabatan tanaman di pinggir laut atau Mangrove itu tertuang dalam Pasal 50 Undang-Undang Kehutanan, dan pidananya pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.(glh)